1st Year, Event, Family, Ficlet, Hurt/Comfort, PG, Sad

[One Year With…] First Year

1. First Year - Vhaerizz

First Year

|| Yoo Kihyun Monsta X • Yoo Jihyun (OC) || Family • Hurt || PG || Ficlet 2210+ word ||

|| Vhaerizz ||

***

 

Jam enam pagi, Kihyun sudah bangun dari tidurnya.

Di luar kebiasaannya, memang. Seorang Yoo Kihyun yang dikenal orang-orang adalah si pemalas, tukang tidur. Kalau belum tengah hari, Kihyun sangat enggan meninggalkan mimpinya yang katanya indah itu.

Tidak ada yang tahu definisi indah versi Kihyun itu seperti apa. Sebab selama ini, yang Kihyun katakan pada dunia adalah, dunia tidak lagi seperti dulu lagi. Kelam, tidak ada harapan, tidak ada semangat hidup, begitulah pandangan Kihyun terhadap dunia. Jadi mungkin, indah di mimpinya itu kebalikan dari itu semua.

Lemari pendingin adalah tujuan pertama Kihyun begitu keluar dari kamar. Sasarannya adalah susu pisang di dalamnya. Ada banyak di sana. Kihyun memang tidak pernah kehabisan persediaan salah satu olahan buah berwarna kuning tersebut. Setidaknya jika hanya tersisa lima, Kihyun akan segera membeli satu pack untuk menambah persediaan.

Masih dengan wajah sayu khas dirinya manakala baru bangun tidur, Kihyun menyambangi sofa ruang tengah rumahnya. Mengambil remote TV, menyalakan layar plasma tersebut, lalu mengganti saluran sampai menampilkan tayangan kartun bisu, Larva.

Kihyun tidak menontonnya. Hanya membiarkannya menyala, lalu kembali ke dapur. Mengambil rumput laut kering yang biasa digunakan untuk membuat nasi gulung, di rak atas kompor. Dan beberapa sayuran segar di kulkas. Wortel, timun, dan selada. Tak lupa dua butir telur dan ham kalengan.

Dilihat dari bahan-bahannya, sudah bisa ditebak jika Kihyun akan membuat kimbab, nasi gulung khas Korea.

Dengan terampil, Kihyun memotong wortel dan timun menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Kihyun adalah mantan murid kelas memasak di salah satu Akademi, jadi memotong sayuran seperti itu bukanlah hal yang sulit.

Entah resep dari mana, Kihyun melumuri potongan wortel dengan minyak zaitun, baru setelah itu ia mulai membuat nasi gulungnya.

Rumput laut kering diletakkan di atas rangkaian bambu penggulung, lalu diberi nasi yang sudah dimasak sejak semalam, kemudian membubuhkan potongan-potongan wortel, timun, dan ah! Kihyun lupa satu hal.

Telurnya belum digoreng.

Segera saja Kihyun mengambil mangkuk kecil yang kemudian digunakannya untuk mengocok telur sebelum digoreng. Tidak perlu waktu lama untuk membuat telur tersebut matang di atas penggorengan. Dipotong kecil-kecil memanjang. Nasi gulung siap dilanjutkan pembuatannya.

Giliran ham kalengan yang siap untuk dibubuhkan. Mengambil dua sendok makan ham dari kaleng, Kihyun pindahkan ke atas potongan telur goreng.

“Ham-nya jangan banyak-banyak.”

Kihyun seperti mendengar ada yang berbisik seperti itu. Mengingatkan jika porsi normal satu gulung adalah satu sendok makan ham. Bukan dua. Maka Kihyun pun mengembalikan satu sendok makan ke dalam kaleng.

Setelah ditutup dengan sehelai daun selada, Kihyun menggulung rumput laut yang membungkus rapi bahan-bahan di atasnya. Kihyun mengulangi cara tersebut hingga selesai dibuat lima gulung.

Dengan ukuran yang nyaris sama dan rapi, Kihyun memotong kimbab buatannya. Kemudian memasukannya ke dalam kotak bekal berwarna ungu.

Selesai dengan kimbab, Kihyun kembali membuka lemari pendingin. Mengambil beberapa buah apel, dua botol susu pisang, dan lima sosis siap makan rasa daging sapi. Lalu memasukkan semuanya ke dalam kotak bekal yang juga berwarna ungu. Menyusunnya jadi satu dengan kotak kimbab.

Bekal pun selesai Kihyun siapkan.

 

***

 

Jam setengah delapan pagi, Kihyun sudah siap. Selesai menyiapkan bekal tadi, Kihyun segera mandi dan mengganti pakaian. Setelannya sederhana saja. Celana jeans, kemeja biru laut bertuliskan ‘HAPPINESS’, dilapisi dengan jaket berbahan fleece tebal berwarna hitam.

Rambutnya juga sudah terlihat lebih rapi dibandingkan saat bangun tidur tadi. Tidak ditata berlebihan, hanya disisir saja. Tapi pada dasarnya Kihyun memang memiliki wajah yang, ya, terbilang tampan. Jadi tatanan sederhana begitu saja sudah bisa membuatnya terlihat menawan.

Tidak mau membuang waktu, Kihyun segera menyambar kotak bekal di meja makan dan bergegas menyambangi pintu utama rumahnya. Ia mengambil duduk di satu undakan yang sengaja dibuat sebagai pembatas area bebas sepatu.

Kihyun duduk di sana, tepat di samping rak sepatu. Tanpa berpikir panjang, Kihyun mengambil sepasang sepatu berlambang tiga garis berwarna kuning. Kihyun hampir memakainya, hingga bisikan itu –atau lebih terdengar ocehan di telinga Kihyun– terdengar lagi.

“Dasar fashion terorist! Baju warna apa, sepatu warna apa.”

Kihyun memperhatikan kembali pakaian yang melekat pada tubuhnya, lalu membandingkan dengan sepatu yang hampir dipakainya. Kontras sekali. Tidak nyambung. Dan Kihyun tersenyum geli begitu menyadari hal tersebut.

Maka Kihyun mengembalikan sepatu kuning tersebut ke rak, lalu diganti dengan sepasang Convers hitam putih. Kali ini pasti cocok, pikir Kihyun.

Selesai dengan sepatunya, Kihyun keluar rumah menuju halte bus terdekat yang memakan waktu tempuh dua menit dari rumahnya. Halte cukup ramai, karena sekarang memang waktu dimana karyawan kantor berangkat bekerja.

Beberapa dari mereka –terutama perempuan– memperhatikan Kihyun. Mungkin bagi mereka lucu melihat lelaki muda, tampan, tapi membawa kotak bekal di tangan. Tidak menyimpannya di dalam tas. Biasanya kan lelaki seusia Kihyun malu dengan hal sederhana seperti itu.

Lima menit menunggu, bus datang. Banyak yang naik bus tersebut, jadi Kihyun memutuskan untuk mengantri di belakang. Sembari menunggu giliran, Kihyun mengeluarkan dompet. Dan saat hampir tiba gilirannya, bisikan itu datang lagi.

“Yang di-scan itu kartu perjalanan, bukan kartu pelajar. Bodoh!”

Tanpa bisa dibendung, senyum geli Kihyun kembali terbit. Mengubah pandangan para perempuan di dalam bus yang semula mengira Kihyun adalah lelaki yang menarik, jadi lelaki yang mungkin agak sedikit gila. Bisa-bisanya tersenyum tanpa seban begitu.

Tanpa kesalahan seperti yang dulu lumayan sering dilakukan, Kihyun menempelkan kartu perjalanannya ke mesin pemindai sebagai proses pembayarannya. Dulu, saat Kihyun masih duduk di bangku SMA, bukan hanya sekali, Kihyun sering salah menempelkan kartu di mesin pemindai bus. Bukan kartu perjalanan, tapi malah kartu pelajar.

Tidak mendapat tempat duduk, Kihyun berdiri dengan tangan berpegangan pada lingkaran yang terbuat dari plastik tebal, yang tergantung di sepanjang tiang yang melintang di dalam bus. Kihyun berdiri tengah, menghadap ke sisi kiri jalan.

Bus yang melaju dengan kecepatan sedang itu kemudian berhenti di perempatan yang terbilang ramai. Di sisi kanan dan kiri jalan dipadati toko, restoran, kafe, sampai tempat karaoke. Namun sialnya bagi Kihyun adalah, posisinya sekarang menghadap pada sebuah kafe di sisi kiri jalan.

Monsta Cafe. Tulisan besar di bagian atas kanopi depan kafe itu seperti mengorek luka lama Kihyun yang mulai tercipta di sana. Tepatnya satu tahun yang lalu. Di hari ulang tahunnya yang ke-19. Kihyun merayakan hari kelahirannya di sana. Di kafe milik kakak salah satu teman SMA-nya, Minhyuk.

Jika hanya melihat cerita sampai sisi itu, memang tidak ada yang salah. Namun cerita tidak sampai di situ. Sekitar jam sepuluh malam, ketika pesta masih berlangsung, pintu kafe terbuka. Padahal jelas-jelas tanda ‘Close’ sudah terpasang di sana.

Namun bukan itu masalahnya. Yang jadi masalah adalah seseorang yang membuka pintu itu. Namanya Yoo Jihyun. Perempuan yang memiliki banyak kesamaan dengan Kihyun. Wajah, tanggal lahir, usia, watak. Yang membedakan mereka selain dari sisi gender adalah sifat pelupa dan ceroboh yang dimiliki Kihyun, tidak ada pada diri Jihyun.

Waktu itu Kihyun terkejut. Sekaligus ingatan tentang janji yang dibuatnya dengan Jihyun pagi hari tiba-tiba muncul ke permukaan. Menimbulkan rasa bersalah dalam hatinya.

“Aku akan pulang cepat. Buat kue dan sup rumput laut yang enak, kita pesta di rumah saja.”

Kihyun berkata seperti itu sebelum berangkat bekerja paruh waktu di tempat jasa pengiriman. Namun ketika sore bertemu Minhyuk dan diberi iming-iming pesta khusus untuk dirinya, Kihyun tergiur. Minhyuk dan Kihyun bersahabat sangat dekat ketika SMA. Jadi bukan masalah besar bagi Minhyuk untuk menutup kafe kakaknya hanya untuk ulang tahun Kihyun.

Sedangkan di rumah, seharian Jihyun berkutat dengan kue ulang tahun dan menu masakan lain untuk dirinya dan Kihyun. Sup rumput laut yang menjadi fokus utamanya. Karena itu adalah kesukaan Kihyun.

Biasanya Kihyun akan pulang sekitar jam delapan malam. Namun sampai jam sembilan lebih Jihyun menunggu, Kihyun tak kunjung pulang. Sampai akhirnya kesabaran Jihyun habis, ia menghubungi rekan kerja Kihyun dan menanyakan keberadaannya. Jujur saja, Jihyun sangat khawatir saat itu. Takut terjadi apa-apa pada saudara kembarnya itu.

Namun jawaban Hyungwon –rekan kerja Kihyun– justru memancing amarah Jihyun. Hyungwon bilang, baru saja ia melihat Kihyun sedang berada di Monsta Cafe bersama teman-temannya.

Jihyun tahu kafe itu. Untuk memastikannya, Jihyun datang sendiri ke sana. Dan Hyungwon benar, Kihyun berada di sana. Sedang bersenang-senang dengan teman-temannya. Jihyun kenal dengan mereka semua. Apalagi Minhyuk.

Tanpa mempedulikan tanda ‘Close’ yang terpampang jelas di pintu, Jihyun menerobos masuk. Mengejutkan dan merusak pesta pribadi Yoo Kihyun dan teman-temannya.

“Aku kecewa padamu,” katanya dingin, tajam, lalu kembali keluar tanpa mempedulikan teriakan Kihyun yang menyerukan namanya.

Hah…

Kihyun mendesah berat. Kepalanya menengadah, mencegah air yang mendadak menggenang di matanya menetes. Tiga kata itu sampai sekarang masih terekam jelas dalam ingatannya sampai sekarang. Tiga kata yang sampai kapanpun akan memancing rasa bersalah dalam dirinya.

Satu menit berhenti karena lampu merah, bus kembali melaju. Menjauhkan Kihyun dari pemancing kenangan buruk bernama Monsta Cafe. Namun untuk hari ini, kenangan buruk Kihyun akan kejadian satu tahun yang lalu tidak akan berhenti pada kafe itu saja.

Tepat di halte yang berjarak dua puluh meter sebelum jembatan berpagar beton yang melintang di atas sungai Han, Kihyun turun. Di jarak itu, Kihyun berjalan untuk sampai di puncak tangga di ujung jembatan.

Sebelum menuruni tangga yang akan membawanya ke bawah jembatan, Kihyun menolehkan kepalanya ke kanan. Matanya tertuju pada tugu kecil yang sengaja dibangun di antara pagar beton yang dibangun satu bulan pasca kecelakan beruntun yang terjadi tepat satu tahun yang lalu.

Dan Yoo Jihyun terlibat di dalamnya.

Setelah mengutarakan kekecewaannya, Jihyun menghindar dari kejaran Kihyun. Ia mencegat sembarang taksi yang malah melaju berlawanan arah dari rumah mereka. Kihyun yang dibantu Minhyuk pun mengikuti menggunakan motor milik Minhyuk. Mereka tidak tahu bagaimana awalnya, namun motor mereka terhenti karena mobil-mobil di depan mereka juga terpaksa berhenti supaya tidak terlibat kecelakaan beruntun yang melibatkan dua mobil sedan, satu bus, dan satu taksi yang ditumpangi Jihyun tadi.

Kihyun yang kalap segera turun dari motor, diikuti Minhyuk. Namun ia dihalang-halangi oleh beberapa orang di sana, karena telah terjadi ledakan dari satu mobil sedan yang katanya menjadi sebab utama kecelakaan.

Dan ketika bus yang terlibat kecelakaan berputar tak terkendali dan menabrak taksi hingga menabrak pagar besi dan terjun ke sungai, Kihyun seperti orang kesetanan meneriakan nama Jihyun. Minhyuk yang berada di sampingnya sampai kewalahan menahannya untuk tidak menyusul ke sana.

Satu helaan nafas terasa berat dilakukan. Mengingat setiap detik kejadian kala itu, selalu berhasil membuat dada Kihyun sesak.

Sampai pada tahap kenangan buruk itu, Kihyun melanjutkan langkah. Menuruni anak tangga satu per satu sampai ke dataran yang lebih rendah. Di taman kecil di bawah jembatan, tepat di samping sungai Han.

Kihyun menghampiri satu bagian tepi sungai yang dulu menjadi lokasi penyelamatan Jihyun. Karena bus yang menghantam taksinya juga ikut jatuh ke sungai beberapa saat kemudian, maka pencarian korban kala itu memakan waktu yang cukup lama. Jam sepuluh malam kecelakaan, jam lima pagi jasad Jihyun baru ditemukan.

Dan saat itu, kedua kali dalam hidupnya, setelah lima tahun silam untuk sang Ibu yang meninggal karena tumor, Kihyun kembali menangis hebat tanpa bisa dibendung, tanpa peduli malu dilihat orang banyak.

Minhyuk yang mendampinginya pun merasa iba, sekaligus merasa bersalah. Andai saja ia tidak mengajak Kihyun berpesta, kecelakaan naas itu mungkin tidak akan terjadi. Namun Kihyun berkata pada Minhyuk supaya tidak merasa bersalah. Apa yang terjadi pada Jihyun sepenuhnya salah Kihyun.

Dengan sesak yang masih memenuhi dadanya, Kihyun duduk di atas rumput yang tumbuh liar. Taman itu agak tidak terawat. Kotak bekal yang dibawanya ia buka satu per satu. Memperlihatkan kembali isinya yang masih utuh dan rapi. Kimbab, apel, susu pisang, dan sosis.

“Jihyun, aku bawakan makanan kesukaanmu.” Kihyun mulai bermonolog. “Dan… selamat ulang tahun, Kelinci bodoh.”

Kihyun melipat kakinya, mempertemukan kedua lutut dengan dagu, lalu menyembunyikan wajahnya di antara lipatan kakinya, dengan tangan memeluk sepasang alat gerak tersebut. Sesaknya tak tertahan lagi. Rasa bersalahnya semakin membesar. Tangis yang sejak tadi ditahan, kini tak terbendung lagi.

“Kihyun, menurutmu, nanti siapa di antara kita berdua yang akan menyusul Ibu lebih dulu?”

Jihyun pernah bertanya seperti itu di hari peringatan kematian Ibu mereka yang pertama.

“Mungkin kita akan mati bersama.”

Kihyun menjawab seperti itu dengan nada santai. Saat itu, Kihyun pikir masih sangat jauh jika membicarakan soal kematian. Mereka masih sangat muda. Umur mereka masih panjang. Tidak tahu jika Jihyun akan pergi begitu cepat.

“Kalau aku yang menyusul lebih dulu, bagaimana?” Jihyun bertanya lagi.

“Aku akan menyusulnya beberapa saat kemudian.” Kihyun masih menjawabnya dengan sangat ringan. Sama sekali tidak menyadari jika Jihyun sedang serius sekarang.

“Jangan! Kalau aku menyusul Ibu lebih dulu. Kau harus tetap hidup. Beda cerita kalau kau yang pergi lebih dulu. Mungkin tak lama kemudian aku akan menyusul kalian.”

“Bagaimana bisa begitu?”

Itu tidak lagi bernada santai, melainkan seperti protes.

“Karena aku hanya punya Ibu dan Yoo Kihyun. Tidak ada teman. Ibu sudah pergi. Jika kau juga pergi, aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.”

Satu lagi yang membedakan Kihyun dan Jihyun. Sifat introvert Jihyun berbanding terbalik dengan Kihyun yang ekstrovert. Seumur hidupnya, Jihyun hanya dekat dengan Ibu dan Kihyun. Tidak ada yang lain.

“Beda denganmu. Kau punya Minhyuk yang sangat menyayangimu sebagai sahabat. Juga teman-temanmu yang lain. Jika aku tidak ada, kau masih punya mereka yang sangat menyayangimu.”

Itu benar.  Sejak kematian Jihyun, Minhyuk semakin mempererat hubungan persahabatannya dengan Kihyun. Menyadarkan lekaki itu jika dirinya tidak sendiri di dunia ini. Bukan hanya Minhyuk, tapi teman-temannya yang lain juga. Jooheon, Hyungwon, dan masih banyak lagi. Lingkar pertemanan Kihyun tidaklah kecil.

“Karena itu, jika aku menyusul Ibu lebih dulu, kau harus tetap hidup. Jangan berpikiran menyusul kami jika Tuhan belum mengijinkan. Janji?”

“Janji.”

Atas dasar janji kecil itulah Kihyun bertahan sampai sekarang. Meski rasanya masih terasa sakit melalui satu tahun ini dengan rasa sepi setelah Jihyun pergi. Namun dalam hati kecilnya, Kihyun yakin jika Jihyun sudah bahagia bersama Ibu di atas sana.

 

Fin!

6 thoughts on “[One Year With…] First Year”

  1. HAI HELLO ANYYEONG!!!! KU NADA/MINS #98 NICE TO KNOWW YUUU

    bdw ini fic nya fantastis bangeettt sarat makna dengan bahasa ringan :3 trusss feelnya jg pas ending2 ituu huuhhh :””))
    selamat sudah jadi pemenang pertama yaaaaa ><
    KEEP WRITING WITH YOUR OWN STYLE LALALALA

    Liked by 1 person

Leave a comment