AU, Family, Hurt/Comfort, PG-15, Romance, Staff FF, Vignette

[Vignette] Ti Amo Ancora

Processed with VSCO with 3 preset

Ti Amo Ancora

story by ayshry 

[MX’s] Chae Hyungwon, [OC’s] Chae Hyunmi, Chae Ahra

AU!, Family, Romance, Hurt/Vignette/PG-15

Disclaimer : Cast belong to God and the plot is Mine!

related to: Let’s not Fall in Love #1

***

Jika dihitung-hitung, ini adalah bulan ke sepuluh sejak Hyunmi kembali ke kediaman keluarga Chae setelah cukup lama terpisah lantaran masalah ekonomi yang sempat membelit keluarganya. Dan sudah sejak itu pula si gadis mengetahui sebuah fakta mengejutkan bahwa pemuda yang disukainya; dicintainya; bahkan pernah ingin dimilikinya ternyata adalah kakaknya; saudara kembar yang katanya melihat dunia empat menit lebih cepat darinya.

Pantas saja terlalu banyak kemiripan yang kami miliki.

“Kak Hyunmi?” Suara familiar yang menguar bersamaan dengan bunyi pintu yang menggesek lantai membuat si pemilik nama memalingkan wajah ke sumber suara.

“Oh, Ahra-ya. Ada apa?” Hyunmi tersenyum ketika mendapati si bungsu keluarga Chae tengah mematung di ambang pintu.

“Boleh aku masuk, Kak?”

“Tentu saja. Hei, kau seperti sedang bersama orang asing saja. Aku ini kakakmu, Ahra-ya, dan sudah hampir setahun aku kembali ke keluarga ini jadi tak perlu merasa sungkan lagi kepadaku. Kau ini, sudah kubilang berkali-kali juga.” Gadis itu bangkit; berjalan menuju pintu lantas menarik tangan si bungsu.

Ahra terkikik canggung dan membiarkan sang kakak menariknya memasuki ruangan pribadinya. Hyunmi memilih untuk duduk di sudut kasurnya sedangkan Ahra langsung menghempaskan tubuh ke atas kasur; memilih untuk berbaring menghadap langit-langit kamar dan membiarkan otaknya merangkai kata-kata yang pantas yang bisa ia jadikan sebagai pembuka obrolan.

“Masih belum terbiasa, Kak. Apalagi melihat Kak Hyunmi yang tak terlalu dekat dengan Kak Hyungwon, rasanya seperti … hmm ada yang ganjil? Masalahnya, kalian itu saudara kembar dan seharusnya kalian memiliki kontak batin yang kuat jadi ya begitulah. Kau mengerti maksudku ‘kan, Kak?”

Kami memilikinya Ahra-ya, sungguh, hanya saja dengan cara yang berbeda.

Kali ini Hyunmi memilih untuk menanggapi kalimat panjang sang adik dengan tertawa. “Rasanya sih, aku dan Kak Hyungwon biasa-biasa saja, maksudku iya kami tidak terlalu dekat tapi kami masih saling menyapa kok.”

“Menyapa? Maksudmu saling melempar senyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun, begitu?”

Haha, tidak bu—“

“Kudengar, sebelum kalian tahu fakta tentang hubungan darah ini, kalian saling menyukai ya, Kak?”

Bak disambar petir di siang bolong, Hyunmi membeku kaku tatkala pertanyaan yang sangat dihindarinya itu pada akhirnya keluar—terlebih dari mulut sang adik. Ia yang berusaha agar terlihat setenang mungkin nyatanya tak mampu membangun kamuflase hingga sang adik kembali membuka suara.

“Aku benar ya, Kak?”

Hyunmi salah tingkah; menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari menghindari kontak mata dengan sang adik.

“Kak?”

“Ya?”

“Aku benar, ya?” Ahra kembali mengulangi pertanyaannya dan kini ia telah mengubah posisinya menjadi duduk; menilik sang kakak penuh selidik mencoba mengorek segala informasi yang dibutuhkannya.

“E-eh, tapi kau tau dari mana? Ah, maksudku, dari mana kau mendengar hal tak masuk akal tersebut? Aku dan Kak Hyungwon memang sudah saling mengenal sebelumnya, tapi … tapi kami hanya berteman tan—“

“Hyunmi-ya.”

Suara berat yang mengudara membuat kedua bersaudara itu sama-sama mengalihkan pandangan. Berdiri gagah di ambang pintu dengan pandangan yang ditujukan pada kembarannya, Hyungwon lantas melempar senyuman.

“Iya, Kak?” Beberapa detik berlalu sebelum Hyunmi menjawab panggilan sang kakak.

“Tumben sekali Kak Hyungwon memanggil nama Kak Hyunmi.” Celotehan yang berasal dari Ahra tersebut membuat keduanya memandangi sang gadis, namun bedanya Hyunmi memandang dengan tatapan cemas sedangkan Hyungwon dengan tatapan mengintimidasi, seakan berkata; ‘Hei, kau anak kecil, diamlah!’ dan seketika Ahra langsung mengunci mulutnya rapat-rapat.

“Bisa ikut aku sebentar?” tanya Hyungwon kemudian.

Hyunmi sempat kebingungan dan melempar tatapan pada si bungsu. Sedangkan yang dipandang malah mengendikkan bahu.

“Sebentar saja. Ada yang ingin kubicarakan padamu,” lanjut Hyungwon.

Setelah menimbang sejenak, Hyunmi beranjak dari kasur; menyeret tungkainya ke ambang pintu lantas menganguk singkat.

“Ayo kita ke taman kompleks saja.”

***

Setidaknya sudah lebih dari tiga puluh menit sepasang saudar kembar itu duduk di salah satu bangku taman dan sejak itu pula keduanya dilanda keheningan. Hanya ada embusan angin semilir serta gelak tawa anak-anak yang tengah bermain tak jauh dari tempat mereka berdiam.

Hingga pada akhirnya, Hyunmi merasa terlalu sesak dan tanpa sadar mengeluarkan napas dengan kasar.

“Kau bosan, ya?” tanya Hyungwon tiba-tiba; mencoba memulai pembicaraan dengan basa-basi tak penting.

“Eh? Tidak kok, Kak. Tapi, tadi katanya ada yang ingin kaubicarakan padaku.”

“Oh, itu. Tidak kok, tidak ada apa-apa yang hendak kubicarakan padamu.”

Kedua alis Hyunmi bertaut; menjelaskan bahwa si gadis merasa bingung dengan pernyataan sang kakak barusan.

“Tapi tadi ka—“

“Aku hanya ingin menyelamatkanmu … dari pertanyaan Ahra,” potong Hyungwon cepat.

Mendengar jawaban itu, Hyunmi membeku seketika. Sang gadis menunduk dalam-dalam, menahan diri agar tetap berlaku sewajarnya.

“Hyunmi-ya?” Memanggil dengan amat lembut, Hyungwon daratkan tangan kanannya pada pundak sang gadis. “Terasa sesak, bukan? Jika ingin, menangislah.”

Menengadahkan kepala demi memandang manik si pemuda, Hyunmi ternyata tengah mengigiti bibir demi menahan isakan.

“Hei, tidak apa-apa. Menangislah.” Hyungwon menegakkan punggungnya, meraih telapak tangan gadis itu dan menggenggamnya erat. “Tak apa, aku di sini.”

Pada kenyataannya, perkataan dan perlakukan sang pemuda sangat berbanding terbalik. Ada sisi di mana ia ingin mengumpati takdir konyol yang menyelimuti hubungan mereka, namun jauh di dalam lubuk hatinya ia tetap ingin mencoba menjadi sosok kakak yang bisa di andalkan. Hyungwon kini berada dalam posisi yang tak memungkinkan untuk berpikir dengan tenang, tapi ia, mau tak mau harus tetap bisa mengendalikan diri.

Hyunmi berakhir dengan menjatuhkan kepalanya pada dada sang kakak; memulai tangisan dengan isakan-isakan kecil hingga pada akhirnya berubah menjadi raungan.

Tepat saat isakan semakin menjadi, satu titik di rongga dada si pemuda tiba-tiba merasa nyeri. Memeluk erat tubuh yang mulai merapuh itu, lantas Hyungwon menutup mulutnya rapat-rapat. Membuang muka sembari menahan amarah, ia pun mencoba agar tak turut terjebal dalam kesedihan.

“Aku … rasanya aku masih tak bisa menerima semuanya, Kak. Bagiamana ini? Kenapa semuanya terasa sangat menyesakkan? Terkadang aku bahkan lupa bagaimana caranya bernapas ketika melihatmu—tidak, hanya mendengar namamu saja sudah cukup membuatku merasa amat sesak.”

Hyunmi membuka suara di antara isakan-isakan yang ada, sedangkan Hyungwon memilih untuk tetap diam dan semakin mengeratkan pelukan.

“Aku tahu, ini semua tak ada artinya. Seberapa banyak pun aku menangis, takdir takkan berubah dan aku benar-benar menyadari hal tersebut. Tapi ….”

Melepas pelukan dengan tiba-tiba, Hyunmi kini memaksakan diri agar dapat menatap manik milik sang pemuda.

“Bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu, Kak?”

Mengangguk dengan amat pelan, Hyungwon kini membuang muka. Enggan melihat wajah sembab sang gadis, pun tak ingin terlihat rapuh di hadapannya.

“Masih adakah kesempatan untuk aku memilikimu, Kak?”

Hyungwon menoleh cepat. Memandang sang gadis dengan tatapan sendu lantas ia berujar, “Haruskah aku pergi agar ka—“

“Bukan sebagai seorang kakak tetapi sebagai seseorang yang bisa menemaniku menghabiskan waktu hingga ajal menjemputku.”

“Apa kau benar-benar menginginkanku untuk pergi?”

Sang gadis memilih untuk bungkam. Di satu sisi ia hendak melontarkan penolakan namun sisi lainnya hendak mengiyakan demi melenyapkan perasaan yang seharusnya tak pernah ada.

Dan pada akhirnya Hyunmi memilih untuk berdiri; merajut langkah dan mulai meninggalkan Hyungwon sendiri. Entah itu sebagai jawaban atau ia masih membutuhkan waktu untuk kembali berpikir. Tapi yang pasti, Hyungwon sudah mengambil sebuah keputusan.

.

.

“Sepertinya tawaran untuk menjadi teman serumah Jooheon harus segera aku iyakan.”

.

-Fin.

  1. Fic ngaco ala ala incest lagi /plak
  2. Jadi apakah mereka bisa menghilangkan perasaan masing-masing? Harus bisa kyaaa~ Mas kamu entar tak kenalin sama ciwei cans deh ya biar ga incest mulu, dd lelah mas liat kamu sama hyunmi nda kelar-kelar ceritanya /plak
  3. Wis ah, yang mampir silahkan meninggalkan jejak, bhay ❤

-mbaay.

4 thoughts on “[Vignette] Ti Amo Ancora”

  1. UWAAA MAAFKAN KU BARU RUSUH DISINI PADAHAL UDA BACA BERMINGGU2 YANG LALU WKWKKWK

    sumpaaahh aku baper lho asli. baper di hyngwonnya T_T baper liat hyungwon kek gitu kok gak tegaaaaa huhu :”((
    emang beneran cinta nggak sih mereka? nikah deh nikah. atoo suruh cerai aja ortunya /sesat

    btw ih lucu deh kalo semisal hyungwon sama jooheon se rumah trus dia nggak sengaja mergokin joohen sama naline…..

    main game aja sih wkwkkwkw /no POKOKNYA INI KUDU DILANJUTKAN!! nanti kalo uda pindah, boleh dah aku bkin story yang kataku di pc waktu itu hahhahaha AW

    Like

  2. Anjay, udah semacam moody moos, pengennya incesant mulu… /keplak hyunmi/ kyaaaaaaaa
    incest itu melelahkan tetapi bikin nagih asiiikkk wakakakak /hidup incest/salah/ngaciirr/

    Liked by 1 person

    1. Wakaka tenang mba, setelah ini mereka akan tak bawa ke jalan yg lurus dan benar. Mau nemuin hyungwon sama ciwei terus hyunmi sama nak boys24 maybe entahlah haha tergantung mood entar /plak

      Btw salam sama absnya bang moos ya /peluk minhyuk/ /salah

      Liked by 1 person

Leave a reply to mintulmint Cancel reply