Angst, Brothership, Chaptered, Family, Freelance, MonstaX FF Indonesia, PG

[MONSTA X FF FREELANCE] Pages of Life (Chapter 4)

cover ff mx

Author                        : BabyJisoo

Title                 : Pages of Life

Cast                 :

  • Son Hyunwoo (Monsta X)
  • Yoo Kihyun (Monsta X)
  • Other

Genre              : Brothership, Family, Angst

Rating             : PG

Length             : Chaptered

Summary        : Kehidupan seperti sebuah buku, dimana pada bagian pertama adalah saat kita lahir ke dunia, bagian kedua adalah saat kita menjalani kehidupan, dan bagian terakhir adalah saat akhir kehidupan kita. Kehidupan hanya ada tiga warna. Hanya ada hitam, putih dan abu-abu.

Note                : Mohon maaf kalau ada typo dan pengunaan EYD yang belum sempurna. HAPPY READING ^^

Kihyun duduk di sebuah ruangan. Dihadapannya ada seorang pria yang membaca CV dan lamaran pekerjaannya. Ya, hari ini Kihyun mencoba untuk melamar pekerjaan. Dia sudah berniat untuk membantu meringankan beban Hyunwoo. Dalam hati dia berharap semoga pria ini mau menerimanya sebagai karyawan.

“Kihyun-ssi…”

“Ya?”

“Jadi, anda ingin melamar pekerjaan disini?”

“Iya, tuan. Saya ingin membantu kakak saya.”

“Anda tahu ini toko pakaian, bukan?”

Kihyun mengerutkan kening. Ia tahu betul bahwa tempat yang ia masuki adalah toko pakaian. Tetapi apa hubungannya? Mengapa pria itu malah bertanya seperti itu?

“Saya tahu, tuan.”

“Kalau tahu, mengapa cara berpakaianmu… Astaga Kihyun­-ssi, pakaian bukan hanya sekedar untuk menutupi tubuh, tetapi juga fashion. Kalau cara berpakaianmu seperti ini, bagaimana bisa aku menerimamu sebagai karyawan?”

Pria itu menatap Kihyun dengan ekspresi jengkel sekaligus tak percaya. Senyum ramah yang tadi ditunjukkan kini sudah menghilang entah kemana. Sementara itu Kihyun terlihat panik mendengar ucapan pria itu.

“Kenapa dengan pakaian saya, tuan? Apa yang salah dengan pakaian saya?”

“Apa tadi kau sedang tidur saat bersiap melamar pekerjaan? Dan wajahmu, astaga! Bagaimana mungkin seorang pria mengenakan lipbalm berwarna merah? Astaga, aku bisa gila!”

“Tetapi pelayan itu bilang kalau lipbalm-nya bening.”

“Itu merah! Astaga! Pergi dari sini dan jangan pernah kembali!”

Kihyun menunduk lesu. Namun ia tidak ada pilihan lain. Akhirnya ia beranjak dari ruangan itu dengan perasaan sedih. Ia tidak bisa membantu kakaknya. Sementara itu, pria pemilik toko mengentakkan nafasnya saat Kihyun menghilang di balik pintu.

“Dia bahkan menanyakan pakaiannya? Astaga, apa dia gila?”

 

oooOooo

 

Hyunwoo panik bukan kepalang karena tidak menemukan Kihyun dimanapun. Pintu apartemennya bahkan tidak terkunci rapat. Hanya ada kipas kecil yang menyala diruang tengah dan piring-piring bekas makan yang masih berserakan di meja makan.

“Kenapa pulang lagi, hyung?”

Hyunwoo menoleh dengan gerakan cepat dan terkejut melihat adiknya. Nafasnya tercekat ditenggorokan kala menyadari penampilan Kihyun yang sangat menyedihkan. Dengan langkah penuh emosi, ia menarik adiknya masuk ke apartemen dan membanting pintu dengan keras.

“Darimana saja kau?! Bukankah aku sudah melarangmu untuk bepergian keluar sendiri? Bagaimana kalau kau sampai tersesat atau salah membaca nomor bus?!” bentak Hyunwoo sarat akan emosi. Sementara itu Kihyun hanya memandang kakaknya dengan tatapan datar.

“Dan lagi, kenapa kau berpenampilan seperti ini?! Lihat akibatnya, berapa banyak orang diluar sana yang menertawakanmu?! Berapa kali aku bilang kalau kau jangan keluar rumah! Kapan kau akan mengerti, Kihyun?! Jangan menyusahkanku terus!!”

Kihyun tidak mengelak saat Hyunwoo menghapus lipbalm di bibirnya dengan gerakan yang cukup kasar, hingga ia merasakan perih di bibirnya. Maniknya masih menatap sang kakak dengan datar, tanpa emosi sama sekali.

“Kalau kau begini terus, kau mau tinggal dengan siapa, huh?!”

“Denganmu, hyung.”

“Kalau begitu menurutlah! Jangan menambah beban hidupku lagi dengan kelakuan keras kepalamu itu!”

“Kau sendiri membohongiku selama 2 tahun ini.”

Hyunwoo memicingkan matanya, menatap tajam wajah sang adik yang nyaris tak menampakkan sedikitpun emosi.

“Maaf, kau bilang apa?”

“Kau pembohong, hyung. Pembohong besar. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau bekerja di bar? Jadi pelayan dan pemuas nafsu wanita-wanita jalang disana, huh? Kau pikir aku ini polos?”

Kaget. Itulah reaksi yang Hyunwoo perlihatkan pertama kali. Darimana Kihyun tahu kalau dirinya bekerja di bar? Apa yang anak itu lakukan disana?

“Kau pikir aku tidak tahu alasanmu mandi berkali-kali setiap pulang kerja? Kau mengharapkan ‘sesuatu’ yang hilang dalam tubuhmu itu bisa kembali. Begitu kan, hyung? Itu kan yang kau pikirkan? Kau berharap semua rasa bersalah dan dosamu bisa hilang dengan mandi berkali-kali, bukan?”

Untuk kedua kalinya Hyunwoo terkejut dengan ucapan Kihyun. Ia tak percaya kalau adik semata wayangnya itu bisa mengetahui permasalahannya dengan sangat detail. Selama beberapa menit tak ada suara yang tercipta.

“Kau tahu, kadang aku berpikir kalau ayah dan ibu sangat beruntung sudah keluar dari dunia yang brengsek ini. Aku juga pernah menyesal mengapa aku tidak ikut bersama mereka ke surga saja, daripada harus menghadapi hidup sesulit ini. Tetapi aku sadar, aku masih memilikimu, kau masih membutuhkanku. Jadi aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain bagaimana caranya agar kita bisa tetap hidup besok pagi. Aku tak punya pilihan lain, Kihyun! Pilihan hidup kita amat sulit, kalau kau mau tahu!”

“Bagaimana aku bisa tahu kalau kau sendiri tidak pernah berkeluh kesah padaku? Apa kau pikir aku cenayang yang bisa tahu segalanya, hanya dengan melihatmu sekilas?”

Keduanya kembali terdiam. Hanya kipas kecil mereka yang menjadi satu-satunya sumber suara yang ada. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.

“Pernahkah kau berpikir kalau aku juga tersiksa melihatmu pontang-panting bekerja, sementara aku hanya diam di rumah? Pernahkah kau berpikir kalau aku juga sedih melihatmu pulang dalam keadaan yang remuk redam didera kelelahan, dan aku tidak bisa berbuat apapun? Pernahkah kau berpikir kalau aku jauh lebih terluka daripada kau, hyung?”

Suara Kihyun terdengar bergetar. Maniknya mengembun, bersiap menjatuhkan kristal bening itu kapan saja. Namun sekuat tenaga ia menahannya. Ia tidak ingin terlihat semakin lemah dihadapan kakaknya.

“Jawab aku, hyung! Pernahkah kau berpikir demikian, hah?!”

Nafas Kihyun memburu, dadanya naik turun dengan cepat menahan amarah yang membuncah. Yang lebih tua hanya menatap nanar lawan bicaranya. Keduanya tak pernah bertengkar sehebat ini, dan ini adalah murni kesalahan Hyunwoo yang membohongi Kihyun selama 2 tahun.

“Aku akan menginap di apartemen Changkyun, hyung. Untuk sementara kita… kita jangan saling bertemu dulu. Aku masih kecewa padamu.”

Kihyun melempar surat lamarannya ke meja dan berlalu meninggalkan sang kakak yang bergeming di tempatnya. Bahkan setelah 10 menit kepergian Kihyun, Hyunwoo masih terdiam ditempatnya. Inilah sisi Hyunwoo yang lain. Si pemalas yang dipaksa oleh keadaan untuk bekerja dengan rajin agar ia dan adiknya tetap bisa bertahan hidup. Si pemuda rapuh, namun berpura-pura kuat untuk adiknya.

Perlahan, tangannya terulur mengambil amplop coklat itu dan membukanya. Airmatanya nyaris menyeruak keluar kala membaca isi kertas-kertas itu. Kihyun ingin melamar pekerjaan. Adiknya yang polos itu ingin membantunya ditengah kekurangan yang ia miliki. Entah mengapa, dada Hyunwoo terasa sesak saat membaca tulisan tangan Kihyun yang begitu rapi, seperti tulisan tangan seorang gadis.

Pikirannya kembali melayang pada penampilan Kihyun tadi. Lipbalm warna merah itu masih memperlihatkan bekas ditangannya. Seingatnya, adiknya itu tidak pernah memiliki benda-benda semacam itu.

Dengan segera, ia masuk ke kamar Kihyun dan membuka seluruh laci nakas dan lemari. Pasti ada sesuatu yang bisa menjelaskan. Benar saja, dilaci nakas paling bawah ada struk pembelian lipbalm. Jantungnya terasa berhenti berdetak saat melihat kertas kecil itu. Pukul 11.37 PM. Untuk apa adiknya harus keluar selarut itu, hanya untuk membeli lipbalm? Astaga, banyak hal yang sepertinya Hyunwoo lewatkan tentang adik kecilnya. Dalam struk itu, tentu saja ada nama kasir yang melayani pembelian. Segera saja Hyunwoo bangkit dan mencari orang itu.

 

oooOooo

 

Changkyun masih setengah sadar ketika membuka pintu apartemennya. Namun rasa kantuknya seketika lenyap saat mendapati sosok yang begitu ia kenal sedang berdiri disana.

“Astaga, ada apa dengan penampilanmu, hyung?” pekik Changkyun histeris. Kihyun meringis kaku padanya

“Tadi aku ingin meminta bantuanmu. Tapi sepertinya kau belum bangun.” Sahut Kihyun seadanya. Changkyun menepuk jidatnya sendiri. Ia benar-benar menyesal.

“Oh, maafkan aku hyung. Aku memang baru saja bangun. Kemarin aku tampil sampai pukul 3 pagi.” Sesal Changkyun. Kihyun hanya tersenyum maklum. Ia tahu kalau tugas seorang DJ tidaklah mudah. Jadi dia tidak mempermasalahkannya.

“Masuklah, hyung. Aku akan membuatkan minuman untukmu.”

“Changkyun…”

“Ya hyung?”

“Kalau boleh aku ingin menginap disini.”

Changkyun memandang prihatin lawan bicaranya. Namun sejurus kemudian ia mengiyakan permintaan Kihyun.

“Tentu saja boleh. Tetapi ada apa, hyung? Kau bertengkar dengan hyung-mu?”

“Akan aku ceritakan nanti. Terima kasih sudah mengijinkanku menginap disini. Aku berjanji tidak akan merepotkanmu, Changkyun.”

“Santai saja, hyung. Anggap rumah sendiri, oke?”

Begitulah. Changkyun dengan segala keramahannya, yang membuat Kihyun tenang dan sedikit melupakan permasalahannya dengan Hyunwoo beberapa menit yang lalu.

 

oooOooo

 

Hyunwoo menyandarkan tubuhnya pada dinding swalayan yang ia tuju. Maniknya mengamati sekitar, mencari sesuatu, lebih tepatnya seseorang. Senyumnya tercetak tipis saat melihat sosok yang ia maksud baru saja keluar dari swalayan itu. Dengan ketenangan yang luar biasa, dia berjalan mendekat.

“Lee Minhyuk-ssi?”

Pemuda yang dipanggil namanya menoleh dan memandang Hyunwoo dengan tatapan heran.

“Iya. Ada apa?”

“Bisa bicara sebentar?”

“Oh baiklah.”

“Kita bicara disana saja.”

Minhyuk mengikuti langkah Hyunwoo menuju sebuah gang sempit yang letaknya tak jauh dari lokasi mereka saat ini. tak ada pembicaraan yang tercipta selama perjalanan kesana.

“Jadi, ada apa?”

BUGH!

Tanpa banyak bicara, Hyunwoo melayangkan pukulan dengan keras ke rahang Minhyuk hingga pemuda itu tersungkur ke tanah. Tak hanya sekali, Hyunwoo memukul pemuda bermarga Lee itu berulang kali dan menciptakan lebam yang cukup kentara di wajah tampan pemuda itu.

“Mari kita lihat bersama, adakah orang yang masih peduli denganmu setelah melihat wajahmu yang seperti ini? Adakah orang yang masih mengkhawatirkanmu saat tahu kau dipukuli orang lain? Adakah orang yang masih mengganggapmu sebagai orang yang baik walaupun dia sudah disakiti dan dilukai? Jawabannya? Ada. Siapa? Adikku.”

Minhyuk meringis kesakitan sambil memegangi rahangnya yang terasa ngilu. Pukulan Hyunwoo tidak main-main, bung! Pemuda itu merasa kalau rahangnya bergeser dari tempatnya akibat pukulan itu. Namun maniknya tak lepas dari sosok Hyunwoo yang berdiri di hadapannya dengan amarah yang menyala.

“Kihyun tak peduli siapa dirimu, seperti apa dirimu, apa warnamu dan bagaimana sifatmu. Dia adalah anak yang sangat tulus dalam menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain. Tapi apa balasan yang ia dapatkan, huh? Kau secara tidak langsung telah mempermalukannya didepan banyak orang! Kau tahu berapa banyak orang diluar sana yang menganggap adikku aneh, atau bahkan tidak waras hanya karena lipbalm sialan yang kau bilang berwarna bening itu?!”

Hyunwoo mendamprat pemuda itu habis-habisan. Dia tidak habis pikir, mengapa adiknya mau berteman dengan orang sebrengsek Lee Minhyuk, yang jelas-jelas tidak tulus berteman dengannya.

“Apa salah adikku, Minhyuk-ssi? Mengapa kau tega membuatnya dianggap orang gila oleh orang lain diluar sana? Dia itu polos, kau tahu. Dia tidak pernah tahu seperti apa dunia disekitarnya. Tapi mengapa kau tega sekali?”

Suara Hyunwoo melunak dan berubah lirih. Perasaan sedih, marah, terluka, dan sakit hati membuat airmatanya nyaris merebak keluar. Membayangkan Kihyun dengan penampilan aneh berjalan menyusuri kota membuat dadanya terasa sesak dan perih.

Puas, Hyunwoo berbalik dan meninggalkan Minhyuk di gang itu. Ia merasa pemuda Lee itu sudah mendapatkan apa yang pantas didapatkan meski sebenarnya dia masih ingin menghajarnya hingga tidak bisa berdiri.

“Hei..”

BUGH!

Minhyukbangkit dan balik menghajar Hyunwoo. Ia ingin Hyunwoo merasakan apa yang ia rasakan barusan.

“Kau mau tahu alasannya? Sebenarnya tak ada alasan khusus. Aku memang tidak pernah menyukainya. Aku hanya ingin bermain-main sedikit dengannya dan aku tidak menyangka jika aku dianggap teman oleh adikmu yang bodoh itu.”

Hyunwoo menggeram marah. Bisa-bisanya Minhyuk merendahkan Kihyun yang begitu peduli padanya. Pemuda itu bangkit dan mencengkeram kerah kemeja Minhyuk dengan kuat.

“Sekali lagi kau berbicara yang buruk tentangnya, aku tidak akan segan-segan untuk merobek mulutmu, Lee Minhyuk­-ssi..” Desis Hyunwoo. Ia menyentakkan tubuh Minhyuk hingga membentur dinding.

“Jangan pernah berani menemui Kihyun lagi.”

Setelah berkata demikian, Hyunwoo meninggalkan Minhyuk yang terkapar ditanah dengan wajah babak belur dan sudut bibir dan pelipis yang sobek. Minhyuk mendesis sambil menahan perih di wajahnya.

“Ssshh, sialan.”

 

oooOooo

 

Sejak tadi, Hyunwoo terlihat sangat sibuk. Ia menggergaji beberapa papan tipis menjadi beberapa bagian. Papan-papan itu ia digunakan sebagai sekat pada lemari pakaian Kihyun. Semua pakaian adiknya sudah dikeluarkan dan dipisahkan sesuai warna, dan menempatkannya di lemari. Tak lupa dengan label warna yang ia tulis di sticky note berwarna kuning cerah agar tulisannya mudah dibaca. Ia berharap Kihyun sedikit terbantu dalam berpenampilan, sehingga orang-orang tidak menghinanya lagi.

Maafkan aku, Kihyun. Seharusnya aku melakukan ini sejak dulu.

Setelah memasukkan pakaian berwarna hitam, Hyunwoo merebahkan dirinya di ranjang milik Kihyun. Aroma strawberry yang lembut tercium disana. Adiknya, meski sudah berumur 22 tahun, namun tetap mengenakan cologne beraroma lembut. Namun ia suka dengan aroma ini, aroma yang menunjukkan kalau Kihyun adalah adik kecilnya.

Maniknya kemudian tertumbuk pada buku tulis yang terletak di meja belajar Kihyun. Hyunwoo lantas bangkit dan mengambil buku itu. Bibirnya tersenyum saat membaca tulisan tangan Kihyun. Pada lembar terakhir, Kihyun menulis menggunakan pulpen bertinta biru.

Aku sudah mendapatkan warna favoritku dari Hyunwoo hyung. Warna biru. Aku tidak tahu biru itu seperti apa. Kata Hyunwoo hyung warna itu sangat cocok denganku yang ceria, sama seperti langit ketika cerah. Aku sangat berterima kasih pada hyung-ku yang super sibuk itu karena sudah memilihkan warna yang bagus untukku. Aku sangat menyukainya ^^ Aku menyayangimu. Hyunwoo hyung~

P.S: aku diberi pulpen warna biru oleh Changkyun. Hihihi, anak itu baik dan lucu sekali. Aku rasa aku semakin menyukai warna biru karena pulpen itu.

Hyunwoo mengusap tulisan itu perlahan. Pertahanannya runtuh, airmatanya jatuh tepat dinamanya. Betapa adiknya sangat tulus menyayanginya dan peduli padanya. Namun ia malah menunjukkan sikap yang sebaliknya pada Kihyun. Sungguh, sekarang Hyunwoo merasa kalau ia tidak berguna, karena sering menyakiti adik semata wayangnya.

“Aku juga menyayangimu, Kihyun. Maaf karena terus mengecewakanmu berulang kali. Aku bukan hyung yang baik untukmu.”

.

.

.

.

TBC

1 thought on “[MONSTA X FF FREELANCE] Pages of Life (Chapter 4)”

Leave a comment